Pelajaran dari Konflik Abu Bakr dan Misthah, Radhiallahu ‘anhuma

Ilustrasi. f/pixabay

Empat Tingkatan dalam Menyikapi Kedzhaliman
Ada empat tingkatan bagaimana kita menanggapi ketika orang lain berbuat salah dan jahat kepada kita.

Tingkatan pertama adalah haram: yaitu kita menyimpan dendam di dalam hati, kemudian membalas kejahatan itu dengan kejahatan yang lebih buruk lagi. Sekali seorang berkata kasar kepada kita, seumur hidup kita berkata kasar kepadanya. Ini adalah perbuatan yang tidak diizinkan, tetapi begitu banyak terjadi di antara sesama Muslim. Justru ketika kita membalas dengan lebih buruk, maka kita-lah pada akhirnya berada di posisi yang salah dan dzhalim.

Tingkatan kedua adalah diizinkan, tetapi tidak dianjurkan: yaitu kita membalas sesuai dengan kadar yang sama dengan kejahatan yang dilakukan orang lain. Namun tabi'in Al-Hasan Al-Bashri mengingatkan, bagaimana mungkin kita tahu seberapa banyak jumlah yang pas untuk membalas kejahatan orang lain. Artinya, sangat besar kemungkinan bagi kita untuk terjerumus pada tingkatan pertama tadi.

Tingkatan ketiga adalah baik: yaitu memaafkan, tetapi hubungan kita dengan orang tersebut tidak lagi seperti sedia kala. Kita tidak menyimpan dendam berkepanjangan dan hanya mengharapkan ganjaran pahala dari Allah.
Dan tingkatan keempat adalah dianjurkan: yaitu memaafkan dan melupakan sama sekali, lalu memperbaiki hubungan seperti sedia kala atau bahkan jauh lebih baik lagi dari sebelumnya. Inilah tingkatan yang dicapai oleh dalam hubungannya dengan Misthah.

Bagaimana agar kita bisa memaafkan dan melupakan seperti ini? Ada dua poin, secara psikologis dan Islami.
Secara psikologis, semakin lama kita menyimpan dendam, semakin lama hati kita menjadi panas. Secara tidak langsung, orang lain menjadi pengatur kebahagiaan diri kita. Kebahagiaan kita berkurang karena emosi kita tersandra pada perasaan marah yang disebabkan oleh orang lain yang berbuat jahat kepada kita. Maka, lepaskan semua perasaan marah tersebut agar kita bisa mengatur kebahagiaan kita sendiri, dan menikmati hidup kita sehari-hari.

Secara Islami, sadarilah bahwa ketika kita membuang kemarahan kita, Allah akan memberi ganjaran yang jauh lebih besar dan lebih baik. Benar bahwa pembalasan itu terasa manis, tetapi ganjaran dari Allah itu lebih manis. Tentu saja puncaknya adalah maghfirah ampunan terbesar, yaitu dari Allah.
… وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا…
… dan Allah tidak akan menaikkan derajat seorang hamba yang memaafkan kecuali dengan kemuliaan, … (Shahih Muslim No.2588)
Makna dari hadits ini adalah seseorang yang memaafkan justru bukanlah orang yang lebih lemah, tetapi sesungguhnya kemuliaan jauh lebih baik di mata Allah dan makhluk.

Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang pemaaf dan melupakan kesalahan-kesalahan orang lain, dan semoga Allah mencurahkan kasih sayangnya kepada kita.***

Laman: 1 2 3 4 5

Tags: ,