Pelajaran dari Konflik Abu Bakr dan Misthah, Radhiallahu ‘anhuma

Ilustrasi. f/pixabay

Penghuni surga, orang-orang yang mendapatkan maghfirah ‘ampunan’, adalah mereka yang ٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظ, mereka tidak marah di saat mereka pantas dan berhak untuk marah, ٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ dan di saat mereka marah, mereka juga memaafkan. Dan ketika Allah mengatakan bahwa mereka memaafkan, berarti sesuatu kesalahan telah dilakukan pada diri mereka yang memberi maaf. Ada legitimasi, ada keabsahan untuk memberi maaf. Karena jika tidak ada suatu kesalahan yang dilakukan orang lain kepada kita, kita tidak punya hak untuk memaafkan. Jadi ketika Allah mengatakan bahwa kita mempunyai hak untuk memaafkan, lalu kita memaafkan, ini berarti orang lain telah melakukan sesuatu yang tidak seharusnya kepada kita.

Kemudian kita merespon dengan ٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ‘memaafkan manusia’, siapa saja manusia itu yang bersalah kepada kita, entah dia masih keluarga dekat, teman dekat, teman, kenalan, atau bahkan seseorang yang tidak kita kenal sama sekali.

Kemudian Allah ﷻ juga mengatakan kepada kita bahwa mereka yang memaafkan menunjukkan ketakwaan.
… وَأَن تَعْفُوٓا۟ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۚ …
… Memaafkan itu lebih dekat kepada takwa … (QS. Al-Baqarah, 2: 237)

Kemudian Allah ﷻ menjelaskan dalam Surat As-Syura tentang ciri-ciri orang-orang yang beriman. Dan di antara ciri-ciri tersebut adalah melaksanakan shalat, memberi shadaqah, dan berbagai amalan shalih lainnya. Dalam rangkaian ciri-ciri orang beriman ini, Allah mengakhirnya dengan kalimat,
وَجَزَٰٓؤُا۟ سَيِّئَةٍۢ سَيِّئَةٌۭ مِّثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ.
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang dzhalim. (QS. Asy-Syura, 42: 40)

Ayat menyatakan bahwa jika seseorang berbuat salah kepada kita, kita punya hak untuk membalas dengan yang sama dan setimpal. Begitulah Allah menganugerahi agama Islam ini yang tidak mengharuskan kita untuk memaafkan. Islam mengizinkan kita untuk membalas perbuatan jahat orang lain. Membalas itu diizinkan, tetapi Allah tidak pernah menganjurkannya. Allah mengetahui bahwa tingkat keimanan kita berbeda-beda. Tidak semua dari kita mampu memaafkan, di antara kita ada yang cenderung untuk melakukan pembalasan. Namun, ini adalah tingkatan terendah.

Tetapi yang Allah inginkan adalah فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ kita yang memaafkan, kemudian berbuat baik, yaitu memperbaiki hubungan yang renggang. Mengapa memperbaiki hubungan? Karena ketika orang lain berbuat salah kepada kita, hubungan kita dengan orang tersebut renggang atau bahkan terputus sama sekali. Ini adalah suatu yang alami terjadi pada manusia. Ketika rekan kerja kita mengkhianati kita, ketika bos kita melakukan sesuatu, ketika teman kita berkata kasar, ketika anak-anak kita, istri kita, keluarga kita berbuat jahat kepada kita, reaksi alami kita sebagai manusia adalah membalas keburukan tersebut dengan hal yang sama.

Allah menghendaki kita untuk memaafkan dan memperbaiki hubungan. أَصْلَحَ atau ishlah bermakna kita memperbaiki, mengobati dan memperban luka yang ada dalam hubungan. Siapa saja yang melakukan ini, Allah-lah yang akan membalas dengan balasan yang tidak sedikit.

Laman: 1 2 3 4 5

Tags: ,