Lapis Kebahagiaan

Para penjual payung sangat mensyukuri hujan, sementara para penjual es sangat mensyukuri cuaca panas. Para petani padi bersyukur saat turun hujan, namun petani tembakau sedih saat musim hujan tiba.

Para petani cabai bahagia saat harga jual cabai naik, namun para pemilik restoran berbasis sambal mengeluh karena tingginya harga cabai. Saat harga telor naik para peternak ayam berbahagia, namun konsumen mengeluh atas kenaikan harga itu.

Begitu seterusnya. Bahagia dan derita hanyalah pergiliran rasa. Hanyalah pergiliran peran. Mudah berganti, mudah berubah, tak melekat secara permanen. Inilah jenis kebahagiaan dan kesedihan yang paling sederhana.

Bahagia yang sederhana, adalah ketika kita mendapatkan hal yang kita inginkan. Sedih yang sederhana, adalah ketika kita tidak mendapatkan hal yang kita impikan.

Di level yang lebih tinggi, kebahagiaan tak terkait dengan tercapainya keinginan dan harapan. Namun terkait dengan cara pandang atas setiap kejadian.

Pada suatu kesempatan, seseorang bertanya kepada Abu Hazim Salamah bin Dinar (wafat 140 H), ulama yang zuhud. Saat itu, harga-harga kebutuhan pokok semakin mahal. Banyak masyarakat kebingungan menghadapi kenaikan harga barang tersebut.

يا أبا حازم أما ترى قد غلا السعر

“Wahai Abu Hazim, tidakkah engkau tahu bahwa harga barang semakin mahal?”

Salamah bin Dinar menjawab,

وما يغمكم من ذلك؟ إن الذي يرزقنا في الرخص هو الذي يرزقنا في الغلاء

“Apa yang membuat kalian resah dengan hal itu? Sesungguhnya Dzat yang memberi rezeki kepada kita di saat harga murah, Dia juga yang akan memberi rezeki kepada kita di saat harga mahal”.

Inilah cara pandang positif yang membuat kehidupan selalu dipenuhi kesyukuran dan kebahagiaan. Bukan soal harga-harga kebutuhan pokok yang turun. Namun cara memandang setiap kejadian.***

Laman: 1 2