PRIORITAS AMALAN DI BULAN RAJAB, BUKAN PUASA

Ilustrasi. f/Getty Images/iStockphoto/Tabitazn

• Di masa Jahiliyah dahulu, kabilah Mudhar dikenal sebagai kabilah yang paling mengagungkan bulan Rajab dengan berhenti berperang di bulan ini. Karena itu Nabi saw menyebut bulan ini dengan “Rajab Mudhar”, agar kaum muslimin mengagungkan bulan ini dengan menghentikan segala bentuk kezaliman.

• Syaikh Abdul Qadir al-Jailani berkata: Dinamakan “Rajab Mudhar” karena sebagian orang kafir mendoakan kehancuran kabilah yang berbuat zalim di bulan ini lalu Allah menghancurkan mereka.

• Dikatakan: Doa kehancuran atas pelaku kezaliman di bulan ini sangat mustajab (dikabulkan) sehingga orang-orang Jahiliyah dahulu menunda doa-doa mereka ke bulan Rajab atas orang-orang yang menzalimi mereka sehingga doa mereka tidak ditolak.

• Disamping itu bila setiap orang komitmen dengan agenda utama di bulan-bulan haram ini, “janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat itu)”, ditambah dengan tarbiyah imaniyah secara intensif di bulan Sya’ban dan Ramadhan, maka agenda pembinaan diri selama enam bulan ini sudah cukup untuk menghasilkan perubahan diri yang menjadi syarat dan langkah pertama dan utama bagi terjadinya perubahan sosial.

• Ini sesuai manhaj taghyir (metode perubahan) yang disebutkan al-Quran. Perubahan sosial harus dimulai dari perubahan diri. Firman Allah:

  ۗ اِنَّ  اللّٰهَ  لَا  يُغَيِّرُ  مَا  بِقَوْمٍ  حَتّٰى  يُغَيِّرُوْا  مَا  بِاَ نْفُسِهِمْ  ۗ وَاِ ذَاۤ  اَرَا دَ  اللّٰهُ  بِقَوْمٍ  سُوْٓءًا  فَلَا  مَرَدَّ  لَهٗ  ۚ وَمَا  لَهُمْ  مِّنْ  دُوْنِهٖ  مِنْ  وَّا لٍ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)

• Jika kita mau komitmen dengan amalan prioritas dan unggulan di bulan-bulan haram khususnya bulan Rajab ini, yang ditegaskan oleh ayat al-Quran yang pasti benarnya, “berhenti menzalimi diri sendiri”, seharusnya sudah cukup sehingga tidak diperlukan mencari-cari berbagai “fadhilah” yang disebutkan di dalam beberapa riwayat yang menurut al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani lemah bahkan palsu.***

Laman: 1 2 3

Tags: