Mushola yang kecil dan banyaknya orang yang akan sholat, menyebabkan cukup lama waktuku di sana.
Selepas sholat Subuh, aku kembali ke tempat dudukku menunggu tadi. Kereta yang seharusnya membawa kakanda telah kosong.
Orang-orang yang datang pun perlahan berkurang. Suasana stasiun hampir seperti semula ketika aku datang walaupun mulai lebih riuh dengan pedagang yang berjualan. Gelap Subuh pun berganti terang.
“Di mana kakanda?” tanyaku dalam hati.
“Atau keretanya salah?” Aku mencoba mengingat dan membuka catatan di notes kecil nama kereta dan jam kedatangan saat disebutkan di telepon kemarin.
“Benar kok,” bisikku.
“Atau jangan-jangan kanda ketinggalan kereta?”
Tiba-tiba meloncat pikiran seperti itu di benakku.
“Kalau begitu, bisa jadi kanda akan menelepon ke rumah mengabari. Mungkin pas kanda telepon, belum ada orang rumah yang bangun sehingga telepon tidak diangkat.”
Beragam tanya dan jawab berlompatan di benakku. Mau pulang, tapi masih ingin menanti.
Mau menanti, tapi tak tahu bagaimana mencari. Sementara kereta berikutnya dari Jakarta masih enam jam lagi.