Memang kita tidak pernah menang tanpa uang dan dana tapi sepanjang sejarah dakwah ini dana/finansial itu hanya sebuah akibat dari keyakinan kita.
Bukan sebaliknya, dengan adanya dana kita yakin kita akan menang. Bukankah musibah dan bencana itu juga adalah “mata uang” yang bisa kita pergunakan untuk membiayai sosialisasi jati diri kita?
Semua orang mengatakan itu adalah bencana dan musibah tetapi bagi kita itu adalah mata uang yang dicetak oleh langit untuk kita jadikan sebagai sarana berbelanja di tengah masyarakat.
Naudzubillah kita tidak berharap akan ada bencana sebab yang akan menderita kita juga.
Tetapi kita perlu sadari bahwa Allah masih memiliki stok “mata uang” yang tidak terbatas jumlah dan jenisnya yang bisa kita jadikan sebagai anggaran kemenangan yang penting kita bertakwa dan hasil dari ketakwaan itu indikatornya adalah amal, manuver, kreativitas yang tak pernah berhenti.
Sebagaimana Nabi Musa alaihissalam mata uangnya hanya tongkat, sederhana bukan.
Peristiwa ini sebenarnya ingin menyampaikan pesan kepada Firaun dan para pengikutnya, bahkan seluruh manusia hingga akhir zaman bahwa Allah subhanahu Wa ta’ala telah mengejek kalian dengan tongkat itu.
Tongkat yang terbuat dari kayu yang sudah mati dan tidak akan mungkin bisa tumbuh lagi namun sanggup memusnahkan anda bersama segenap pasukan dan loyalitas kebanggaan anda semuanya.
Wallahu a’lam bish shawab.***