Jika hingga batas akhir tanggal 9 Mei 2014 sesuai UU Pemilu rekapitulasi nasional tidak berhasil secara keseluruhan ditetapkan, KPU terancam sanksi pidana. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera berharap saksi-saksi dari partai politik dapat berjiwa besar dalam sidang pleno KPU.
“Itulah kita berharap jangan sampai lewat dari 9 Mei. Mari kita semua berbesar hati, berjiwa besar,” ujar Ketua DPP PKS Bidang Kehumasan Mardani Ali Sera kepada detikcom, Senin (5/5/2014).
Mardani mengatakan KPU agar tidak memaksakan kehendak. Di sisi lain, saksi-saksi partai politik diharapkan dapat menahan diri dari melakukan interupsi yang berlebihan. Karena intensitas interupsi juga menyebabkan proses penetapan rekapitulasi berjalan lamban.
“Kita memaklumi kita punya banyak catatan terhadap KPU. Tapi kalau kita paksakan, kepentingan yang lebih besar akan tergantung, yaitu pemilihan presiden,” imbuh Mardani.
Menurutnya, proses pelaksanaan pemilihan legislatif yang meninggalkan banyak catatan kekurangan dan indikasi kecurangan, karena sistem pemilu yang digunakan adalah proporsional terbuka.
“Ambil hikmahnya saja. Ini karena sistem proporsional terbuka, semua parpol menuai dampak dari keputusan yang memaksakan proporsional terbuka. Sederhana saja. Karena nanti ada jalan lain, bisa ke MK dan MA,” pungkas Mardani.
KPU mengubah peraturan KPU tentang tahapan pemilu agar jadwal rekapitulasi nasional terakhir disesuaikan dengan UU Pemilu, yakni 9 Mei. Jika rekapitulasi nasional molor dari waktu yang ditentukan, KPU terancam sanksi pidana.
Berikut bunyi pasal 319 UU No 8 Tahun 2012 tentang pemilu,”Dalam hal KPU tidak menetapkan perolehan hasil pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kotamadya secara nasional sebagamana dikmaksud dalam pasal 205 ayat (2), anggota KPU dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah)”. [detik]