Tanmiyatu At-Taqah

Oleh : KH. Hilmi Aminuddin

Setiap kita diberikan kemampuan sesuai dengan bakat dan kecenderungan masing-masing yang telah diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Masing-masing kita harus tahu potensi diri. Setiap kader harus mampu mengembangkan potensi—al-qudrah ‘ala tanmiyati thaqah—baik potensi diri sendiri maupun potensi orang lain.

Jangan malah menghancurkan potensi diri, apalagi potensi orang lain. Apakah dengan gosip, dengan isu, dengan fitnah, atau dengan tajassus (mencari-cari kesalahan orang lain, red.). Akibatnya potensi orang lain hancur.

Kita harus terus menerus membangun potensi, karena amal islami itu sangat besar.

Di dalam diri kita ada dua potensi:

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا

“…Dia (Allah) mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya…” (As-Syams, 91: 8)

Ada potensi negatif (fujur), dan ada potensi positif (taqwa). Kita bangun, kita himpun, kita kembangkan potensi-potensi positif kita. Kita harus sibuk membangun potensi positif. Jangan sibuk dengan potensi negatif. Karena kalau sibuk dengan potensi negatif pada diri kita, lalu kemudian misalnya menuduh si itu bathil, si itu rakus, si itu thama’, si itu kibr, akhirnya potensi-potensi positif terbengkalai.

Potensi negatif kita minimalisir agar tidak muncul dalam permukaan hidup kita. Kalau pun muncul hanya sekali-sekali dan tidak dominan.

Potensi positif itu al-haq dan potensi negatif itu al-bathil. Bila potensi positif kita aktifkan maka potensi negatif akan pasif. Karena seperti dijelaskan oleh Allah,

وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا

“Dan katakanlah: ‘Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap’. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (Al-Israa, 17: 81)

Kita hadirkan potensi al-haq, insya Allah potensi al-bathil dalam diri kita akan pasif. Akan tetapi kalau kita gugat-gugat dan otak-atik potensi negatif—apalagi kalau potensi negatif kita sebarkan melalui SMS, akhirnya potensi positif tidak terurus. Tidak tersalurkan, tidak terkoordinir, tidak termobilisir, dan kita tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya sibuk dengan isu dan gosip, akhirnya ikut-ikutan.

Al-Qudrah ‘ala Tafjiri Thaqah (kemapuan meledakkan potensi)

Potensi itu bukan hanya kita kerahkan lalu jadi kebanggaan. Bukan hanya menyebut si fulan potensi untuk ini, dan si fulan potensi untuk itu, tapi tidak kita ledakkan menjadi sebuah gerakan. Saya memberi perumpamaan dengan mesin mobil. Tafjiru at-taqah itu seperti kompresi, dimana bahan bakar dan udara dicampur lalu dimanfaatkan oleh tarbiyah, taujihat, tadrib maidan (latihan di lapangan), lalu diledakkan, menghasilkan gerak torak dan akhirnya mobil itu bergerak.

Al-Qudrah ‘ala Muhafadzati Thaqah (kemampuan menjaga potensi)

Potensi harus dipelihara. Jangan setelah bergerak lalu kempes. Harus dipelihara agar potensi tetap muncul. Sudah tentu untuk memeliharanya kita melalui atha al-qur’ani; kita dekat dengan Al-Qur’an, tilawah dan tadabbur, sebab Al-Qur’an adalah kitabul khalid wal atha al-mutajaddid (kitab abadi yang pemberiannya selalu baru). Nilai-nilainya selalu menyegarkan. Qira’ah juga bukan hanya qira’atul kutub, tapi juga qira’atul maidan. Selalu membaca agar potensi selalu tergairahkan dan siap untuk diledakkan secara terus-menerus.

Al-Qudrah ‘ala Sitharah ‘ala thaqah (kemampuan untuk mengendalikan potensi)

Yaitu bagaimana setiap kader memiliki kemampuan untuk mengendalikan potensi. Potensi yang terkendali dan terarah. Kemampuan pengembangan thaqah, peledakkan thaqah, pemeliharaan thaqah adalah ciri khas kader pemimpin.***