[CERPEN] Untukmu Para Pencari Cinta

Ilustrasi. (f/Pixabay)

“Dengan puisi ini ditambah munajatku di Qiyamullail, aku dan dia pasti bisa melewatinya,” ungkapku dalam hati selepas menulis.

* * * * * * * * *

“Ukhti, kita adalah dua insan yang akan terus bersatu dalam satu bingkai . ini milik kita. Aku berjanji, setelah lulus kuliah kulamar kau dengan sebagai maharnya.”

“Aku akan menantimu. yang berbunga di tubuh kita pasti sanggup melemahkan sang waktu. Empat tahun, akan jadi tak berarti bagi kita.”

Cuplikan dialog ketika dulu aku dan dia “jadian” saat baru mengikuti Ospek di kampus, mengiang. Padahal, waktu itu aku baru mengenalnya dua bulan sejak bertemu pertama kali saat hendak mendaftar masuk di kampus itu.

Di kamar rumah selepas Shalat Dhuha, aku rebahan. Kupejamkan mata, namun kenangan bersamanya terus melintas di pikiran. Padahal, sudah setahun lebih semenjak pertemuan di taman itu berlangsung.

“Ya, Allah lindungilah hamba yang lemah tak berdaya ini dari bisikan-bisikan Syetan.”

Aku berwudhu dan Shalat lagi dua raka'at.

Benar, Ummu Abiha, tak bisa kupungkiri sampai saat ini masih menjadi rembulan di setiap malam-malamku.

Meski aku telah menemukan sang pemilik rembulan dan empunya malam, namun cintaku padanya yang dulu kupahat dan bersemayam di dada, masih bercokol.

“Ya Allah, engkau Maha mengetahui segala apa yang ada di hati. Aku masih mencintainya, tapi aku lebih mencintaimu, meski aku tak tahu apakah cintaku tulus dan aku pun tak tahu apakah engkau membalas cintaku. Wahai dzat yang menciptakan perasaan cinta, wahai dzat yang Maha mencinta, engkau lebih mengetahui bagaimana keadaan hamba-Mu dan engkau lebih mengetahui, apa yang terbaik bagi hamba,” pintaku dalam do'a.

Dalam munajat, aku terus melawan kicauan-kicauan burung kenangan yang menyanyikan lagu-lagu kisahku bersamanya, dengan zikir dan tilawah Qur'an, mengetuk pintu cinta teragung.

Laman: 1 2 3 4 5 6

Tags: , ,